Seorang laki-laki menggunakan masker melintas dekat mural bertuliskan ‘’save earth’’ di Lingkungan Peresak Tempit, Kelurahan Ampenan Tengah, Mataram, NTB. | Ahmad Subaidi/Antara

PSBB Butuh Rencana Aksi

Sejumlah daerah mulai melakukan persiapan untuk menerapkan PSBB.

JAKARTA -- Pemerintah belum memberi persetujuan kepada satu pun daerah untuk menetapkan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sebab, daerah yang mengajukan PSBB belum menyertakan rencana aksi.

 

Hal tersebut disampaikan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo seusai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (6/4). "Belum (belum ada yang disetujui--Red)," kata Doni menjawab pertanyaan wartawan mengenai pengajuan PSBB oleh daerah.

 

Doni mengungkapkan, sudah ada beberapa daerah yang mengajukan usulan penetapan PSBB kepada Menkes. Kendati begitu, pengajuan PSBB tak bisa langsung disetujui. Setiap daerah harus menyertai rencana aksi seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB.

 

"Dan, juga membuat rencana tentang kesiapannya. Sehingga, ketika daerah sudah memulai program ini, semuanya bisa berjalan dengan baik," ujar Doni, kemarin.

 

Ia mengatakan, Presiden Jokowi meminta pihaknya dan Kementerian kesehatan menyusun protokol teknis yang bisa diajukan acuan bagi daerah dalam menjalankan PSBB. Protokol ini bertujuan agar pelaksanaan PSBB tidak bertentangan antardaerah ataupun antara pemerintah daerah dan pusat. Selain itu, agar daerah yang menerapkan PSBB tetap memberikan kemudahan akses bagi masyarakat dengan memperhatikan physical dan social distancing.

SEBARAN C     VID

PER DAERAH

Sumber: Gugus Tugas Covid-19

Bila PSBB berjalan secara efektif, Doni tak menutup peluang adanya penegakan hukum dari aparat berwenang terhadap masyarakat yang melanggar ketentuan. Kendati demikian, pemerintah masih memprioritaskan pendekatan kedisiplinan dan pendekatan kolektif serta persuasif untuk mengajak masyarakat menjalankan PSBB secara optimal.

 

Dalam rapat terbatas kemarin pagi, Presiden Jokowi menyinggung permenkes terbaru yang menjadi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB yang diteken pekan lalu. Jokowi menekankan agar ada satu langkah yang sama antara pusat dan daerah dalam menjalankan kebijakan ini.

 

"Sehingga, komunikasi pusat dan daerah betul-betul harus selalu dilakukan. Dan, semuanya kita memiliki satu visi, memiliki satu garis yang sama dalam menyelesaikan Covid-19 ini," ujarnya menjelaskan.

 

Permenkes mengenai PSBB mengatur mekanisme penetapan PSBB di sebuah daerah. Pasal tiga beleid tersebut menyebutkan bahwa Menkes yang menetapkan status tersebut dan kepala daerah yang mengajukan permohonan. Kemudian, pada pasal empat disebutkan, kepala daerah yang mengajukan permohonan PSBB harus disertai dengan data, seperti peningkatan jumlah kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu, dan kejadian transmisi lokal. Sementara, pasal kelima memberikan wewenang kepada Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk mengusulkan kepada Menteri Kesehatan dalam menetapkan PSBB di wilayah tertentu.

komunikasi pusat dan daerah betul-betul harus selalu dilakukan. Dan, semuanya kita memiliki satu visi, memiliki satu garis yang sama dalam menyelesaikan Covid-19 ini.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi menilai, beberapa kebijakan terkait PSBB yang ditetapkan pemerintah berpotensi menghambat penanganan penyebaran Covid-19. Peraturan yang dibuat pemerintah dinilai menambah rentang birokrasi. "Selain itu, cenderung keluar dari mandat UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Wilayah. Sehingga, berpotensi menghambat penanganan Covid-19," ujar Fajri, Senin (6/4).

 

Menurut Fajri, salah satu aturan yang menghambat tersebut adalah adanya kewajiban pemerintah daerah untuk mengajukan permohonan berdasarkan sejumlah data. Padahal, kata dia, pemerintah pusat sudah melakukan penghimpunan dan pengolahan data pada setiap wilayah di Indonesia berdasarkan laporan setiap laboratorium tes Covid-19. Selain itu, setiap hari pemerintah mengumumkan data tersebut ke masyarakat melalui juru bicaranya.

 

Artinya, kata Fajri, Kemenkes sudah memiliki data mengenai daerah mana saja yang sudah mendesak untuk menyelenggarakan PSBB.

"Kami mengusulkan agar Kemenkes merevisi Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 dengan memangkas birokrasi dalam penetapan PSBB," kata Fajri.

 

Hal serupa disuarakan Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati. Ia menilai, PSBB tidak akan berjalan efektif apabila pemerintah pusat terlalu ikut campur dalam menentukan status PSBB daerah. "Akan menghambat kecepatan pemda dalam menekan perluasan dan penularan Covid-19," ujar Mufida kepada wartawan, Senin (6/4).

 

Menurut dia, saat kondisi pandemi seperti ini, Undang-Undang Otonomi Daerah bisa diimplementasikan sehingga ada urusan yang menjadi wewenang pemda dan ada urusan yang menjadi kewajiban pemerintah pusat.

Daerah bersiap

 

Hingga saat ini, ada beberapa daerah yang sudah mengajukan PSBB, antara lain, DKI Jakarta, Kota Tegal, dan Kabupaten Lamongan. Terbaru, Pemerintah Kota Malang ikut mengajukan PSBB.

 

Wali Kota Malang Sutiaji mengaku telah mengajukan PSBB kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Bagi dia, pembelakuan PSBB sangat penting karena mobilitas orang semakin hari semakin susah dideteksi. "Maka, perlu ada pantauan dan regulasinya jelas," kata Sutiaji dalam siaran pers, Senin.

 

Dia menambahkan, Pemkot Malang juga telah melakukan sejumlah persiapan untuk memberlakukan PSBB. Sutaji menyatakan, Pemkot Malang memperketat pemantauan di pintu masuk ke Kota Malang, baik di titik henti angkutan umum maupun dengan melakukan penyisiran kendaraan pribadi.

 

Pemkot Malang juga menyiapkan rumah karantina atau transit bagi pendatang yang terdeteksi memiliki gejala Covid-19. Selain itu, melakukan penguatan pendataan per wilayah dan pelaksanaan kawasan physical distancing per kelurahan. "Kita semua berpacu dengan waktu, berkejaran dengan penyebaran Covid-19," ujar dia.

Foto udara suasana di salah satu ruas jalan di Jakarta, Minggu (5/4/2020). | Hafidz Mubarak A/Antara

Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M Fikser mengatakan, Pemkot Surabaya masih melakukan kajian dan analisis terkait efektivitas penerapan PSBB. Fikser menjelaskan, sebelum PSBB resmi diajukan, dampak yang timbul akibat penerapannya harus dipikirkan, mulai dari dampak ekonomi hingga sosial.

 

"Jadi, hingga saat ini Pemkot Surabaya masih melakukan kajian-kajian dan belum menerapkan itu. Hanya sebatas memberikan imbauan-imbauan di lapangan kepada masyarakat," kata Fikser.

 

Pemerintah daerah lainnya, yakni Pemerintah Kota Yogyakarta, menyatakan belum memutuskan untuk mengajukan PSBB. Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, mengatakan, pengajuan PSBB akan bergantung pada perkembangan penyebaran Covid-19, termasuk juga mempertimbangkan seberapa besar arus mudik yang terjadi di Yogyakarta. "Jika tidak ada penambahan yang signifikan, Kota Yogya masih akan menerapkan protokol korona yang sudah jalan selama ini," ujar Heroe.

SEBARAN C    VID

PER DAERAH